Thursday 15 October 2020

Teknologi Bantu Guru atasi Plagiarisme

MAJALAH ICT – Jakarta. Pakar pendidikan nasional yang juga Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Arief Rachman mengatakan bahwa teknologi sangat membantu guru dalam mendeteksi plagiarisme yang dilakukan peserta didik. Selain teknologi, guru dan dosen juga harus memiliki pengetahuan yang luas dibandingkan mahasiswa atau murid-muridnya agar bisa mendeteksi secara langsung jika terindikasi adanya praktek plagiarisme.

“Guru tidak akan membiarkan terjadinya praktek seperti ini. Di masa pandemik yang mengharuskan pembelajaran jarak jauh, guru perlu mengingatkan peserta didiknya bahwa yang terpenting bukanlah nilai yang tinggi melainkan kejujuran. Nilai standar yang diperoleh dengan kejujuran jauh lebih baik dibanding nilai tinggi tapi dengan cara menyontek. Orang tua siswa juga harus diajak bicara perihal masalah ini,” tuturnya.

Menurutnya, pembelajaran jarak jauh memang tidak bisa seratus persen menghapus praktek plagiarisme. Guru harus memiliki data-data yang lengkap tentang karakter siswanya masing-masing, siapa yang sebelum pandemik ini hobi menyontek atau tidak.

“Target pendidikan mungkin tidak bisa tercapai secara utuh di saat pandemi ini, namun kita upayakan setidaknya 55-60 persen tercapai,” ungkap praktisi pendidikan yang pernah menjadi kepala sekolah SMA Labschool tersebut.

Arief menghimbau para guru, orang tua hingga kepala sekolah menghargai prestasi anak-anak yang diperoleh dengan kejujuran. Meski demikian, harus ada upaya kreatif agar mereka yang nilainya di bawah rata-rata bisa meningkat, walau dalam proses pembelajaran jarak jauh. “Pendidikan tidak boleh terhenti dengan adanya wabah korona ini,” tegasnya.

Senada dengan itu, Jack Brazel, Head of Business Partnership Asia Tenggara dari perusahaan pendeteksi plagiarisme Turnitin, teknologi terkini bisa memungkinkan guru mengajarkan peserta didiknya secara langsung sehingga mereka bisa menyampaikan pemikiran orisinil serta ide-ide yang mereka miliki secara tepat.

“Pengurangan kelas fisik tidak menjadi alasan untuk meniadakan integritas akademik. Para siswa pun bisa memanfaatkan teknologi untuk melakukan pengecekan ulang terhadap karya mereka sebelum diserahkan. Ini demi menjaga integritas akademik yang mereka miliki,” ungkapnya.

Teknologi mendukung upaya lembaga pendidikan untuk menggabungkan aspek pembelajaran di kelas maupun virtual, memungkinkan para guru untuk mendeteksi karya tulis yang tidak orisinal dari siswa.

“Plagiarisme dapat dimulai dari hal-hal seperti mengambil kutipan dari sumber yang tidak tepat, atau tidak menulis kutipan pada saat menyerahkan tugas menulis. Pemahaman yang tidak lengkap tentang integritas akademik ini dapat mendorong perilaku tidak etis jika tidak segera terdeteksi dan diperbaiki sejak dini,” tegasnya.

Menurut Brazel, integritas akademis adalah kunci untuk menanamkan kemampuan ini dan mengajarkan keterampilan dasar seumur hidup yang akan dibawa siswa dalam jangka panjang setelah lulus nanti untuk diterapkan di masyarakat maupun lingkungan kerja.”

“Pembelajaran daring dan ruang kelas virtual akan menjadi modul pendidikan utama berjangka panjang setelah pandemik ini usai, dan kelas virtual sama pentingnya dengan lingkungan belajar tatap muka dalam hal memperkuat integritas akademik. Langkah-langkah ini untuk memastikan bahwa setiap institusi pendidikan tetap mempertahankan reputasi positif dan para siswa tetap menerima pendidikan berkualitas tinggi di masa-masa yang tidak pernah diduga ini,” tutupnya.

Saat ini Turnitin telah digunakan oleh 15.000 institusi perguruan tinggi dan 30 juta mahasiswa. Sederet beberapa lembaga pendidikan di Indonesia sudah menggunakan Turnitin antara lain Universitas Indonesia, Universitas Negeri Malang, Universitas Pelita Harapan, Universitas Pendidikan Indonesia dan Universitas Trisakti.

 



No comments:

Post a Comment