Tuesday 28 March 2017

Polisi Akui Kesulitan Menindak Penyebar Kebencian Lewat Media Sosial

MAJALAH ICT – Jakarta. Pihak Kepolisian RI mengakui adanya hambatan dalam menindak pelaku penyebar kebencian lewat media sosial. Hal ini terungkap dalam Gathering Jurnalis Trunjoyo 2017 di Jakarta, seperti disampaikan Kasubdit II Direktorat Siber Bareskrim Polri Kombes Pol Himawan Bayu Aji.

Menurut Himawan, hambatan penindakan terjadi karena adanya perbedaan hukum yang berlaku antara Pemerintah Indonesia dengan Amerika Serikat. Seperti dalam kasus Facebook. “Perbedaan regulasi jadi tantangan kami dengan pemilik FB di Amerika Serikat,” jelasnya,

Dipaparkannya, dalam kasus dengan Facebook, terdapat sejumlah ujaran kebencian yang dibagikan oleh para pemilik akun di Facebook. Namun, pihaknya kesulitan untuk meminta data pelaku ujaran kebencian tersebut kepada pihak Facebook. “Mereka tida akan berikan data karena di Amerika Serikat hate speech itu biasa saja,” katanya.

Untuk itu, jelasnya, sejumlah kasus ujaran kebencian maupun kasus SARA di Facebook ditangani dengan restore justice. Restore justice merupakan pembinaan terhadap pelaku untuk menumbuhkan kesadaran etik dalam penggunaan teknologi informasi atau siber atau media sosial sehingga diharapkan nantinya pelaku dapat menjadi agen perubahan yang bisa mengedukasi komunitasnya. Ditandaskannya, restore justice dilakukan karena penegakkan hukum saja tidak akan efektif.

Meski upaya ini dilakukan untuk hal-hal yang dinilai belum menjadi viral. “Kalau dia men-share, belum jadi viral, kami lakukan restore justice, meminta dia lakukan permintaan maaf, hapus konten, lalu minta dia sosialisasikan ke komunitasnya,” jelasnya.

Ditambahkannya, restore justice juga dilakukan karena jumlah personel Bareskrim yang terbatas. Tak hanya pelaku yang dijadikan agen perubahan, pihaknya juga menggandeng sejumlah komunitas siber untuk meluruskan berbagai berita-berita bohong yang beredar di media sosial.

 



No comments:

Post a Comment