Monday 28 December 2020

Kaleidoskop ICT September 2020 – Perlindungan Konsumen Pengguna Layanan Digital akan Jadi Fokus Kerja BPKN ke Depan

MAJALAH ICT – Jakarta. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) periode 2020-2023 diharapkan dapat mendorong pengembangan upaya perlindungan konsumen nasional di tengah dinamika pasar dengan volatilitas tinggi, penuh ketidakpastian (uncertain), kompleks, dan ambiguitas yang tinggi. Pada situasi ini, maka konsumen menjadi pemangku kepentingan dengan risiko tinggi termarjinalkan dari dinamika tersebut sebagai akibat dari posisi inferior konsumen di pasar. Rizal E Halim. Ketua BPKN yang terpilih secara demokratis memandang untuk menghadapi situasi ini, maka Negara harus bisa memainkan perannya dalam melindungi seluruh warga negaranya sesuai amanat UUD 1945. Peran Negara memberi perlindungan kepada kelompok rentan seperti konsumen setara dengan perlindungan negara kepada kelompok rentan lainnya misalnya kelompok usia anak, wanita,  lansia, ataupun difabel. Kelompok ini merupakan kelompok yang berada di tengah pasar dengan daya tawar yang lemah sehingga Negara perlu memberikan perlindungan kepada kelompok masyarakat tersebut di atas.

Rizal E Halim melihat upaya pengembangan pengembangan perlindungan konsumen sesuai amanat Undang-Undang no 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen perlu disikapi sebagai upaya untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan yakni masyarakat yang adil dan sejahtera. Perlindungan konsumen tidak bisa dilakukan secara sporadik dan sektoral, karena upaya perlindungan konsumen merupakan kerja lintas sektor, lintas wilayah, lintas generasi, lintas tehnologi, lintas sistem, dan terintgerasi dengan baik. Dengan demikian pemahaman perlindungan konsumen pun perlu kita mutakhirkan mengikuti perkembangan dan dinamika zaman untuk mendorong kemajuan bangsa baik dalam perspektif  ekonomis dan daya saing, social-budaya, politik, ekologi, dan pertahanan-kemanan.

Dalam kesempatan yang sama, Rizal E Halim menyampaikan bahwa arah kebijakan BPKN periode 2020-2023 akan difokuskan pada tiga isu fundamental dalam tiga tahun kedepan yakni; Pertama, penguatan kelembagaan; Kedua, edukasi dan sosialisasi perlindungan konsumen secara massif dan intensif; dan Ketiga, sinkronisasi regulasi dan kebijakan perlindungan konsumen yang tersebar di sejumlah sektor dan daerah. Penguatan kelembagaan meliputi penguatan kerangka-kerja kelembagaan (institutional framework), penguatan regulasi dan produk hukum turunannya, independensi serta kemandirian lembaga. Ini yang perlu dilakukan mengingat Undang-Undang no 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini sudah berusia dua dekade (20 tahun), namun minim regulasi-regulasi turunan sesuai amanat Undang-undang tersebut termasuk penguatan kelembagaan BPKN.

Berikutnya adalah edukasi dan sosialisasi perlindungan konsumen. BPKN akan terus menggiatkan edukasi dan sosialisasi hak-hak konsumen yang diatur dalam Undang-Undang. Edukasi dan sosialisasi perlindungan konsumen akan dilakukan secara massif dan intensif ke seluruh lapisan masyarakat Indonesia dengan bekerja sama dengan para pemangku kepentingan seperti Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, LPKSM, entitas pendidikan mulai dari Sekolah Dasar hingga Pendidikan Tinggi, organisasi kemasyarakatan, dan sebagainya. Kesadaran masyarakat akan haknya harus terus ditingkatkan sehingga masyarakat kita dapat lebih confidence dan nyaman dalam melakukan aktivitas sehari-harinya khususnya dalam bertransaksi di pasar. Jika keamanan dan kenyamanan transaksi dalam negeri bisa kita tingkatkan, maka permintaan domestik akan meningkat sekaligus menstimuli supply dan produksi dalam negeri. Presiden Joko Widodo berkali-kali menyampaikan bahwa konsumsi domestik sebagai backbone perekonomian nasional harus terus diperkuat untuk membawa kejayaan ekonomi nasional dan daya saing bangsa. Pertumbuhan ekonomi nasional yang selama ini dikontribusikan oleh konsumsi domestik harus terus ditingkatkan, tidak hanya untuk kemajuan ekonomi tetapi terlebih bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Ini yang harus kita wujudkan, pungkas Rizal.

Yang terakhir dan perlu segera dilakukan adalah sinkronisasi regulasi. Payung hukum perlindungan konsumen sudah diatur sejak dua puluh tahun lalu dengan diterbitkannya Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Paska terbitnya Undang-undang tersebut hingga saat ini banyak ditemukan regulasi-regulasi lainnya baik di Kementerian/Lembaga, maupun di Pemerintahan Daerah. Tersebarnya regulasi Perlindungan Konsumen baik di sejumlah sektor maupun wilayah kadang kala menjadi persoalan dalam menjalankan amanat Undang-undang No 8 Tahun 1999. Contoh maraknya pembajakan akun di sejumlah e-commerce termasuk penipuan, pembiayaan perumahan, kejelasan sistem transportasi online, dan lain sebagainya  telah menghadirkan ketidakpastian baru dalam upaya perlindungan konsumen sesuai amanat Undang-undang No 8 Tahun 1999. Sementara Presiden Joko Widodo dalam sejumlah kesempatan sudah menyampaikan perlunya perlindungan pasar domestik yang bukan lain adalah konsumen dari sejumlah risiko perubahan global, ketidakpastian, dan disrupsi tidak hanya disrupsi teknologi tetapi juga disrupsi paradigma. Arahan Presiden inilah yang harus dijadikan dasar bagi seluruh kebijakan Kementerian/Lembaga dan Pemerintahan Daerah, untuk mendorong upaya perlindungan konsumen yang pada akhirnya menjadi kekuatan bersama untuk mewujudkan Indonesia maju sesuai visi misi Presiden Joko Widodo ketika menyampaikan janji politiknya kepada masyarakat. Kita harus dapat mendukung cita-cita mulia Presiden demi tercapainya Indonesia yang maju dan sejahtera, tambah Rizal.

 



No comments:

Post a Comment