Wednesday 20 September 2017

Kota Bandung akan Makin Cantik Karena Tidak Ada Lagi Kabel Ruwet di Atas Jalan

MAJALAH ICT – Jakarta. Dalam waktu dekat ini Kota Bandung akan semakin cantik dengan tertatanya kabel-kabel jaringan fixed broadband di jalanan. Di hadapan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, yang mewakili Wali Kota Bandung, beserta segenap jajarannya dan penyelenggara layanan telekomunikasi yang hadir, Direktur Jenderal Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Ismail menyambut baik peluncuran Program Bandung Tanpa Kabel, di Aula YPK, Kantor Dinas Pendidikan dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat.

Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan layanan broadband internet yang cepat dan tersedia dimana saja seharusnya sudah menjadi alarm bagi penyelenggara layanan untuk bersinergi dalam pembangunan infrastruktur pasif. “Selama ini infrastruktur digelar sendiri-sendiri oleh masing-masing operator dan ditempatkan di bawah tanah dengan duct atau menggunakan kabel udara. Operator bersainglah di layanan (Pembangunan infrastruktur pasif) ini tempatnya bersinergi,” tegasnya.

Dalam setiap infrastruktur telekomunikasi ada dua lapisan, yakni infrastruktur aktif dan pasif. Infrastruktur aktif merujuk pada perangkat telekomunikasi yang menyalurkan informasi secara elektronis, sedangkan infrastruktur pasif mencakup bidang civil, mechanical, dan electrical, termasuk pipa (duct), tiang, menara, kabinet, manhole, handhole, ruang shelter dan lainnya.

Penyelenggara layanan diwajibkan menyiapkan infrastruktur aktif dan pasif. Di negara-negara maju, infrastruktur pasif sudah dibangun bersama dengan infrastruktur untuk utilitas seperti air dan listrik. Lain halnya dengan Indonesia, yang memiliki ‘brown field’ dan ‘green field’. Sebutan ‘brown field’ merujuk pada wilayah yang telah memiliki infrastruktur, sedangkan ‘green field’ adalah wilayah yang infrastrukturnya baru akan dibangun.

Wilayah ‘brown field’ terbentuk karena penyelenggara dituntut perkembangan zaman untuk melakukan pembangunan di mana izin pembangunan sulit didapat. Dengan tata kelola birokrasi yang lebih baik saat ini, Kementerian Kominfo berharap agar penyelenggara menyesuaikan diri dengan penataan ulang infrastruktur.

Ismail sangat memaklumi perbedaan orientasi pelaku usaha dari pemerintah dalam membangun infrastruktur. Menurutnya, karena secara undang-undang layanan telekomunikasi sifatnya komoditas maka para pelaku usaha berorientasi pada profit, sementara pemerintah sebaliknya. Namun untuk tujuan efisiensi, dalam pembangunan infrastruktur pasif diperlukan sharing.

Saat ini Kementerian Kominfo sedang menyusun pedoman skema sharing dalam pembangunan infrastruktur pasif dan kemungkinan kedepannya akan dibuat juga pedoman untuk infrastruktur aktif.

RPM Pedoman Infrastruktur Pasif Bersama Telekomunikasi dalam Rencana Pitalebar Indonesia

Sarana internet sudah menjadi kebutuhan bagi sebagian besar penduduk dunia, tidak terkecuali di Indonesia, dengan penggunaan yang terus meningkat baik untuk sosial, hiburan, kepemerintahan, hingga bisnis. Koneksi berkapasitas besar yang makin handal melalui jaringan pita lebar menjadi semakin dibutuhkan.

Melalui Rencana Pitalebar Indonesia, pemerintah menjalankan visinya untuk mengakselerasi transformasi Indonesia menjadi negara maju melalui pengembangan dan pemanfaatan pitalebar. Dengan cara ini, pemberdayaan masyarakat akan berjalan meski pembangunan infrastruktur yang dilakukan pihak penyelenggara jasa dan layanan hanya berpusat pada kota-kota besar saja.

Untuk mencapai visi tersebut, pembangunan jaringan pitalebar dilakukan secara bertahap. Pada tahun 2010-2014 pemerintah melakukan penguatan konektivitas, dilanjutkan dengan pengembangan inovasi yang sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Tahap selanjutnya adalah transformasi yang sejalan dengan RPJMN 2020-2025, yakni dengan meningkatkan aksesibilitas sampai daerah pedesaan dan mendorong penggunaan TIK di seluruh Indonesia.

Tahap transformasi diwujudkan Kementerian Kominfo melalui program Palapa Ring, peningkatan penggelaran fiber ethernet dan FTTH (Fiber to The Home), Kebijakan Kewajiban Pelayanan Umum dan penataan spektrum frekuensi. Ke depannya, Kementerian Kominfo akan mendorong penggunaan atau pemanfaatan infrastruktur telekomunikasi bersama. Ini artinya, dua atau lebih penyelenggara telekomunikasi dapat memberikan layanannya melalui penggunaan bersama infratruktur pasif sehingga lebih efisien.

Skema penggunaan bersama infrastruktur pasif memungkinkan penyedia layanan berbagi semua hal yang terkait infrastruktur, seperti hak kepemilikan atau hak untuk menggunakan lokasi. Dengan skema ini, penyelenggara dapat menghemat sekitar 40-60 persen biaya CAPEX/OPEX; alhasil, mereka dapat fokus pada perluasan jangakauan layanan serta memperkuat kegiatan penjualan dan pemasarannya. Tak mengherankan jika skema ini merupakan skema yang terbanyak diterapkan di dunia.

 



No comments:

Post a Comment