Friday 22 February 2019

Boleh Tempatkan Pusat Data di Luar Negeri, Revisi PP No.82/2012 Berpotensi Rugikan Negara


MAJALAH ICT – Jakarta. Dikeluarkannya Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksaan UU ITE No.11/2018, dinilai berhasil menggairahkan bisnis data center di tanah air. Hingga 2017 saja, tercatat Indonesia memiliki 35 pusat data dan menjadi bagian dari negara di dunia yang memiliki pusat data cukup banyak. Sehingga, rencana perubahan revisi PP No.82/2012 yang membolehkan penempatan data center di luar negeri berpotensi merugikan negara hingga Rp.85,2 triliun.

Demikian catatan diskusi TIK Talk yang digelar Dewan TIK Nasional, di Jakarta. Angka kerugian tersebut didapat dari Kajian Mastel (Masyarakat Telematika Indonesia). Disampaikan Ketua Bidang Kebijakan Strategis Mastel, Teguh Prasetya, potensi kerugian sebesar itu, didasarkan pada best practice saat Google membuka sejumlah pusat data center di Eropa.

“Untuk membangun data center di Eropa, Google rela menggelontorkan dana milyaran dollar. Fasilitas itu mendorong penyediaan dari sisi infrastruktur juga penyerapan sumber daya manusia,” kata Teguh.

Ditegaskan Teguh, pemain OTT global selama ini telah banyak meraup keuntungan dari penghasilan iklan di Indonesia. Pendapatan iklan para pemain OTT bisa mencapai Rp.2 triliun per bulan yang berasal dari pengalian pendapatan USD1,9 per bulan dengan sekitar 80 juta pengguna di Tanah Air. “Ini angka yang sangat besar. Harusnya ‎dengan pendapatan sebesar itu, sudah lebih dari cukup justifikasi untuk membuat server lokal di Indonesia,” katanya. Sehingga, katanya,  pemerintah harus memiliki regulasi yang pasti terhadap para pelaku layanan OTT global yang bermain di Indonesia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menyampaikan, keberadaan PP Data Center telah membuat iklim usaha di bidang ini meningkat. Menruutnya, setelah PP No.82/2012 diberlakukan terjadi investasi di bidang informasi dan teknologi dalam negeri dan data center. Hal ini diikuti dengan penyerapan tenaga kerja dalam jumlah yang signifikan. “Lalau ada perubahan aturan bahwa data center boleh di luar negeri, ini tentu sangat disayangkan karena memiliki dampak ekonomi apa-apa terhadap Indonesia, beda jika ada kewajiban penempatan di Indonesia,” tandasnya.

Sementara itu Alex Budiyanto dari ACCI menegaskan bahwa Indonesia siap menyediakan kebutuhan pusat data dari TIER 1 hingga TIER 4. Jadi dirinya mempertanyakan alasan sesungguhnya dari pemerintah dibalik rencana kebijakan merevisi PP No.82/2012 yang dinilainya tidak berpihak pada kepentingan NKRI, utamanya adalah kedaulatan data.

 

Loading...



No comments:

Post a Comment