Wednesday 26 December 2018

Kaleidoskop ICT 2018 – April: Kementerian Kominfo Janjikan Pelayanan Perizinan Satu Hari Jadi

MAJALAH ICT – Jakarta. Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika Farida Dwi Cahyarini mengatakan bahwa Menteri Kominfo Rudiantara menginginkan semua pelayanan perizinan di lingkungan Kemkominfo dipercepat lagi, dan diminta satu hari jadi.

“Diminta satu hari jadi, tidak ada alasan apa pun, kecuali yang membutuhkan pengujian lab ini, ini kan proses,” katanya dalam diskusi mengenai pengembangan dan pembangunan laboratorium Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi di Kantor BBPPT, Bintara, Bekasi, Jawa Barat.

Mengenai perizinan spektrum frekuensi radio di Ditjen SDPPI, kata Farida, juga diminta satu hari selesai. “Nah sekarang Pak Menteri membuat terobosan, begitu cocok antara frekuensi ada dan izinnya ada berarti harus dipublish, berarti kemudahan kesempatan berusaha sudah bisa dinikmati masyarakat.”

Untuk itu, kata Farida, pelayanan perizinan spektrum frekuensi radio juga harus dipercepat, dan jika memang syarat permohonannya kurang, harus segera dikembalikan kepada pemohon, jangan ditahan-tahan.

Berdasarkan rapat lintas kementerian, kata Farida, semua izin di seluruh indonesia nantinya satu atap, dan Kemkominfo diminta memfasilitasi infrastrukturnya, kemudian aplikasinya oleh Ditjen APTIKA. “Jadi kita mendapat jatah untuk membangun itu.”

Oleh karena itu, Kemkominfo, termasuk Ditjen SDPPI harus mengikuti pola itu. Dalam bidang telekomunikasi misalnya, jika ada perusahaan asing dari negara dengan balai uji yang sudah diakui internasional, maka di Indonesia tidak perlu diuji lagi. Ditjen SDPPI cukup menerima dan memeriksa dokumen hasil uji mereka dan sertifikatnya dikeluarkan oleh Direktorat Standardisasi.

“Ini memang Pak Menteri ingin melalui Permen 23 Tahun 2017, semua perangkat yang di sana (negara asalnya) lab-nya lebih canggih, tidak perlu diuji lagi,” kata Farida.

Sementara itu, Kepala BBPPT Mochamad Rus’an, dalam sambutannya mengatakan pelayanan pengujian di BBPPT sekarang sudah lebih cepat karena pemohon bisa mengajukan pengujian melalui online dan pembayaran biaya sudah melalui sistem host to host.

Proses pengajuan pengujian di BBPPT sebagian sudah otomatisasi, selain penggunaan kertas juga sudah banyak dikurangi. Ini, kata Rus’an, berdampak positif bagi penghematan uang negara karena biaya penggunaan kertas di BBPPT sudah jauh berkurang dari sebelumnya yang mencapai Rp800 juta per tahun.

Diskusi mengenai pengembangan dan pembangunan laboratorium BBPPT dilanjutkan dengan kunjungan kerja ke lokasi lahan untuk pembangunan di kawasan Tapos, Cimanggis, Depok, Jawa Barat.

Adaptasi Teknologi

Pengembangan Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi (BBPPT), sebagai balai uji perangkat telekomunikasi di bawah Ditjen SDPPI, Kemkominfo, sangat krusial guna mengantisipasi perkembangan cepat industri teknologi informasi dan komunikasi kedepan, yang diikuti lahirnya perangkat-perangkat canggih dan beragam.

Kepala BBPPT Mochamad Rus’an menyampaikan bahwa pihaknya sekarang memiliki labororatorium dengan 18 ruang lingkup pengujian, dan kedepan rencananya akan dikembangkan menjadi 25 ruang lingkup.

Mengenai keberadaan balai uji di Indonesia, Rus’an mengatakan saat ini ada sekitar enam lembaga uji baik pemerintah maupun swasta, namun ruang lingkup mereka juga terbatas sehingga masih banyak yang ditangani oleh BBPPT.

Banyak pemohon yang mengajukan pengujian di BBPPT mungkin dengan pertimbangan lebih murah dan lebih cepat karena di lembaga uji lain cenderung lebih mahal dan prosesnya lebih lama.

Melanjutkan paparan Rus’an, Staf Penguji BBPPT Rika Aryanti mengatakan, dalam kaitan pengembangan BBPPT sebagai balai uji bertaraf internasional, BBPPT berencana membangun gedung untuk laboratorium di kawasan Tapos, Cimanggis, Depok, Jawa Barat, memanfaatkan lahan milik Ditjen SDPPI cq Kemkominfo seluas 22.723 m2.

Sejauh ini, BBPPT sudah melakukan kajian atas lahan tersebut, baik dari segi lingkungan, tata ruang, keamanan, serta posisinya yang strategis untuk pengembangan kedepan, hanya saja jalan utamanya yang selebar 6 meter–tonase sedang– yang mungkin perlu diperlebar.

Pengembangan dan pembangunan laboratorium BBPPT ini penting mengingat pertumbuhan cepat peralatan telekomunikasi kedepan, juga industri telekomunikasi. BBPPT berharap laboratorium baru nanti akan menjadi ikon laboratorium telekomunikasi di Indonesia, selain menyangkut fungsi balai uji kedepan, juga aspek hukum Kemkominfo sebagai penjamin kualitas produk telekomunikasi.

Pada sisi industri, laboratorium BBPPT diharapkan akan menjadi gate (pintu utama) bagi perangkat telekomunikasi dan informatika impor maupun yang diekspor dari Indonesia, mengingat manufaktur dalam negeri yang juga terus tumbuh berkat kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang melibatkan tiga kementerian, yakni Kemkominfo, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian.

Pengembangan dan pembangunan laboratorium BBPPT ini menjadi penting dan kritikal untuk menajemen frekuensi, kemudian isu Internet of Things (IoT) yang makin konvergen.

Kemudian, penetapan Kemkominfo sebagai salah satu kementerian yang terkait dengan kebijakan tax holiday Kemenkeu, karena berkaitan dengan industri telekomunikasi dan informatika, maka akan terlibat langsung dalam memberikan kemudahan bisnis bagi investor sehingga perlu didukung kesiapan birokrasi dan fasiitas yang memadai.

Sekjen Kemkominfo Farida Dwi Cahyarini yang memimpin diskusi ini menyampaikan bahwa sebelum diajukan sebagai rencana kerja kementerian, rencana pembangunan gedung laboratorium BBPPT ini hendaknya dihitung benar, baik itu perencanaan anggarannya maupun teknis pembangunannya.

Jika memang harus melalui proyek tahun jamak (multiyear) maka harus dihitung dengan seksama, tahapan-tahapan per tahunnya dan juga anggaran tiap tahunnya.

Dengan belum adanya laboratorium pengujian alat Specific Absorption Rate (SAR) di dalam negeri, Farida berharap, laboratorium BBPPT bisa menjadi embrio lab project Indonesia untuk alat-alat SAR. “Memang kendala SDM sangat besar, mungkin bisa melalui outsourcing teknis, karena ada moratorium PNS. Nanti rekomendasinya adalah pengendali frekuensi,” katanya.

Sementara Teddy Kurnia Firman dari Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, yang hadir sebagai narasumber, mengatakan bahwa untuk menentukan apakah pembangunan laboratorium BBPPT ini masuk proyek multiyear atau tidak, itu ditentukan dari dampak beban finansial dari proyek itu pada APBN.

Secara karakteristik, proyek multiyears adalah proyek yang tidak bisa diselesaikan dalam satu tahun beban anggaran sehingga harus didanai dari anggaran tahun berikutnya, katanya.

Kemudian, karena ini terkait pembangunan gedung, sementara moratorium yang ditetapkan pada 2015 belum dicabut, maka ini diperlukan izin dari presiden. Tapi, dengan pertimbangan sebagai sarana penting pelayanan publik, pembangunan ini mungkin bisa diizinkan.

 



No comments:

Post a Comment