Sunday 23 December 2018

Kaleidoskop ICT 2018 – Januari: Pemerintah Kecolongan, Bitcoin Marak Digunakan di Bali

MAJALAH ICT – Jakarta. Meski telah menyatakan bahwa dalam transaksi yang dilakukan di tanah air adalah dengan mata uang rupiah, dan Bitcoin haram digunakan di Indonesia, pemerintah nampaknya kecolongan. Diam-diam mata uang digital Bitcoin marak digunakan di Pulau Dewata, Bali.

Diketahui, banyak turis asing menggunakan cryptocurrency ini sebagai alat pembayaran. Yang bahkan, sejumlah bisnis di Bali yang memasang iklan online, menawarkan layanan pembayaran menggunakan bitcoin.

Para petugas Bank Indonesia dan polisi menyamar pada akhir 2017 menemukan dua kafe masih menggunakan bitcoin sebagai alat pembayaran. Namun 44 bisnis, termasuk penyewaan mobil, hotel, biro perjalanan dan toko-toko perhiasan, yang sebelumnya menawarkan jasa pembayaran bitcoin, sudah menghentikan layanan tersebut.

Salah satu kafe menggunakan bitcoin hanya untuk transaksi senilai lebih dari 243 ribu rupiah atau sekitar 0,001 bitcoin. Satu transaksi memakan waktu 1,5 jam untuk diproses dan termasuk biaya jasa 123 ribu dan hal ini menghalangi penggunaan luas sebagai alat pembayaran.

Causa Iman Karana, kepala kantor perwakilan Bank Indonesia di Bali, menolak menyebutkan nama perusahaan yang masih menggunakan bitcoin karena dia menunggu instruksi selanjutnya dari Bank Indonesia di Jakarta. “Langkah berikutnya adalah kami akan melarang bisnis mereka, seperti yang diatur oleh undang-undang. Kami akan meminta mereka untuk tidak menggunakan lagi. Bersama dengan unit Direktorat Investasi Tindak Pidana Khusus, kami akan menerapkan peraturan bahwa seluruh transaksi di Indonesia harus menggunakan rupiah.”

Beberapa warga Bali mengatakan orang asing di Bali yang biasanya menggunakan bitcoin. Bali, sebagai pulau pariwisata utama, memiliki komunitas ekspatriat yang besar. Bank Indonesia telah menyatakan kepemilikan mata uang maya berisiko tinggi dan rawan spekulasi karena tidak ada pihak berwenang yang bertanggung jawab atau pengelola secara resmi. Selain itu juga, karena tidak ada aset pokok yang menjadi dasar untuk menentukan harga.

Bank Indonesia menegaskan bahwa virtual currency termasuk bitcoin tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah, sehingga dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyatakan bahwa mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan Rupiah.

Disampaikan Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Agusman, pemilikan virtual currency sangat berisiko dan sarat akan spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab, tidak terdapat administrator resmi, tidak terdapat underlying asset yang mendasari harga virtual currency serta nilai perdagangan sangat fluktuatif sehingga rentan terhadap risiko penggelembungan serta rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme, sehingga dapat mempengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat. Oleh karena itu, Bank Indonesia memperingatkan kepada seluruh pihak agar tidak menjual, membeli atau memperdagangkan virtual currency.

“Bank Indonesia menegaskan bahwa sebagai otoritas sistem pembayaran, Bank Indonesia melarang seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran (prinsipal, penyelenggara switching, penyelenggara kliring, penyelenggara penyelesaian akhir, penerbit, acquirer, payment gateway, penyelenggara dompet elektronik, penyelenggara transfer dana) dan penyelenggara Teknologi Finansial di Indonesia baik Bank dan Lembaga Selain Bank untuk memproses transaksi pembayaran dengan virtual currency, sebagaimana diatur dalam PBI 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan dalam PBI 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial,” tegasnya.

Sementara itu, Pakar Ekonomi Digital Heru Sutadi menyampaikan, pemanfaatan Bitcoin kini tidak bisa dihindari lagi. Dan pemerintah, terutama Bank Sentral tidak bisa sekadar menyatakan bahwa Bitcoin dilarang. “Ini merupakan disruptive technology, yang sesungguhnya sulit untuk dihambat, seperti halnya kehadiran transportasi online. Perkembangan Bitcoin perlu dipantau, dan tidak bisa sekadar menyatakan larangan terhadap Bitcoin ini. Perlu ada upaya memanfaatkan peluang ini, dan juga tantangan akan menghilangnya peran bank sentral di masa depan dengan menghadirkan Central Bank Digital Currency,” kata lelaki yang merupakan Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute ini melalui pesan singkatnya kepada Majalah ICT.

 



No comments:

Post a Comment