Monday 27 February 2017

Sangat Diuntungkan, Pelaku E-Commerce Mendukung Safe Harbour Policy

MAJALAH ICT – Jakarta. Pelaku industri E-Commerce sangat mendukung adanya kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Safe Harbour Policy. Hal itu karena dalam aturan ini seperti adanya perlindungan hukum bagi penyedia platform, pedagang, dan pengguna platform dengan memastikan batasan dan tanggung jawab masing-masing dalam melakukan kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik. Karena dalam platform berbasis user generated content  (UGC) , pedagang atau merchant bisa menggunggah sendiri konten atau barang dagangannya secara langsung. ‪

Untuk melindungi penyedia platform e-Commerce yang ada, Kementerian Kominfo telah merilis Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia mengenai Safe Harbour Policy tersebut. Konferensi pers sosialisasi Surat Edaran Menteri Kominfo itu dilakukan di Gedung Kominfo, Jakarta, 27 Februari 2017.

Ketua Umum Asosiasi eCommerce Indonesia (idEA) Aulia Marinto menilai,  adanya aturan Safe Harbour Policy membuat pelaku industri e-Commerce merasa lebih nyaman dalam mengembangkan industri ini. Apabila di plaform e-Commerce ada barang dagangan atau konten yang melanggar, yang akan bertanggung jawab adalah orang yang mengunduhnya atau merchant, bukan lagi penyedia platform. “Dengan adanya surat edaran ini, kami bisa lebih fokus untuk terus berinovasi dengan beragam layanan,” katanya.

Sementara itu, pendiri Tokopedia, William Tanuwijaya, menyatakan bahwa Safe Harbour Policy bukan berarti menghilangkan tanggung jawab penyedia platform, tetapi menetapkan batas tanggung jawab yang lebih jelas. Untuk enyedia platform, katanya, tanggung jawab mereka seperti menyediakan sarana pelaporan, melakukan tindakan terhadap tindakan aduan, hingga memperhatikan jangka waktu penghapusan atau pemblokiran terhadap pelaporan konten yang dilarang.‬

“Kami menyambut baik adanya surat edaran Safe Harbour Policy. Ini akan mendorong inovasi industri e-Commerce di Indonesia. Sebelum ada aturan ini, kalau ada konten atau barang dagangan yang melanggar aturan, pengelola platform sering dipanggil pihak kepolisian untuk memberi kesaksian, bahkan sampai ke luar pulau. Padahal kan tidak perlu dipanggil secara offline. Ada prosedur secara online bagaimana menurunkan konten yang melanggar tersebut,” sambutnya.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menjelaskan bahwa kita harus memiliki strategi untuk kembangkan e-commerce dalam konteks digital ekonomi. “Dalam transaksi baik barang atau jasa kita harus memiliki concern untuk memproteksi kepentingan pelanggan. Pada e-commerce harus dibuat batasannya berupa pertanggungjawaban terutama untuk transaksi berupa barang dan jasa yang di deliver melalui User Generated Content (UGC), pertanggung jawabannya seperti apa.” jelasnya.

 



No comments:

Post a Comment