Sunday 31 December 2017

Kaleidoskop ICT 2017 – Desember: Revisi Aturan Jasa Telekomunikasi Mendapat Tentangan

MAJALAH ICT – Jakarta. Rencana Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yuntuk merevisi Keputusan Menteri (KM) 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi (Jastel) membuat Serikat Karyawan (Sekar) Telkom dan Federasi Serikat Pekerja (FSP) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Strategis meradang.

Ketua Umum FSP BUMN Strategis Wisnu Adhi Wuryanto, dalam keterangannya menyatakan, pihaknya sebagai pekerja di BUMN sangat menentang Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tersebut karena akan merugikan bangsa. “Kami akan lakukan Judicial Review ke Mahkamah Agung (MA) dan turun ke jalan mengerahkan ribuan anggota Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis menyuarakan aspirasi ini, jika Menkominfo tetap nekad menyetujui RPM tentang Jastel  tersebut,” tegasnya.

Rencananya, Kominfo akan menyederhanakan lisensi bagi pemain Jastel melalui revisi  KM 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi. Pasca adanya pertemuan dengan Telkom, Telkomsel, XL, Indosat, Tri Indonesia, Smartfren, Smart Telecom, PANDI, dan juga Ketua Umum Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) Jamalul Izza, Kominfo hanya mengkomodir keinginan APJII dengan mencabut dua pasal dari RPM yang kontroversi itu. Pasal yang dimaksud adalah Pasal 13 ayat 3 dan Pasal 31 ayat 3.

Pada pasal 13 ayat 3 disebutkan bahwa Penyelenggara Jasa Telekomunikasi harus melakukan keterhubungan dengan simpul jasa (node) milik Penyelenggara Jasa Telekomunikasi yang menyelenggarakan Layanan Gerbang Akses Internet di Kota/Kabupaten terdekat dengan lokasi perangkat Telekomunikasi dimaksud.Pasal 31 ayat 3. Pada pasal dan ayat itu tertulis Penyelenggara Jasa Telekomunikasi yang menyelenggarakan Layanan Akses Internet (Internet Service Provider/ISP) dilarang menyelenggarakan Layanan Akses Internet (Internet Service Provider/ISP) di luar cakupan wilayah layanannya.

“Jika hanya dua pasal itu yang dicabut artinya sisanya tetap. Itu tidak sesuai PP Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi,” ungkap Ketua Umum Sekar Telkom, Asep Mulyana. Menurut Asep, PP 52/2000 mengamanatkan jasa teleponi dasar diselenggarakan penyelenggara jaringan. Sehingga, kata Asep, kalau RPM Jastel ditanda tangani Menkominfo, dipastikan Sekar Telkom akan mengajukan Judicial Review ke MA. “Sekar Telkom punya kewajiban melakukan ini (Judicial Review). Ini kan sama saja saya punya rumah, rencana punya 10 anak, saya sediakan 10 kamar anak, anak saya saat ini baru 3, maka menurut RPM ini yang 7 harus dilaporkan dan ditetapkan tarifnya untuk disewa keluaga lain, lah kalau anak-anak saya kelak lahir bisa gak kebagian kamar,” sungutnya.

Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB Muhammad Ridwan Effendi menilai RPM Jastel seperti menggelar karpet merah bagi pemain asing tanpa melihat kehadiran pemain lokal. “Kita bukan anti asing, tetapi masuk negara lain emang mudah bagi pemain dari Indonesia. Cek saja deh sama operator yang ekspansi di sekitar ASEAN ini,” tukasnya.

Menurut Ridwan jika dalam RPM dinyatakan pemberian lisensi dengan mudah bagi penyelenggara jasa telekomunikasi hanya melalui proses evaluasi dapat menyelenggarakan jasa teleponi dasar, bukan dengan proses seleksi, itu sama saja membuat industri riuh karena pemain baru bermunculan tanpa ada dampak bagi pengembangan pembangunan infrastruktur di Indonesia.”Kalau semua bisa menjadi pemain jasa, pasti incar daerah yang nilai bisnis tinggi. Sewa kapasitas ke penyelenggara jaringan. Lah yang urus daerah 3T siapa? Ini harus dipikirkan dampaknya,” pungkasnya.

 



No comments:

Post a Comment