Friday 23 December 2016

Serbuan Tenaga Kerja Asing di Sektor ICT, Fakta atau Hoax?

 

MAJALAH ICT – Jakarta. Isu maraknya tenaga kerja asing (TKA) menjadi pembicaraan dan kegelisahan banyak pekerja di tanah air, termasuk di sektor ICT atau teknologi informasi dan komunikasi. Para pekerja lokal melihat kehadiran TKA adalah ancaman dan menuding aturan pemerintah yang terkesan terlalu longgar untuk syarat bekerja para TKA.

Soal pekerja asing, tentu menjadi perhatian dan pertanyaan saat ini. Apalagi setelah ditemukan gelombang besar tenaga kerja asal Tiongkok menyerbu negeri ini, dan tentunya akan makin menambah persaingan mendapatkan lapangan kerja, sebab di awal tahun 2016 ini, Masyarakat Ekonomi ASEAN mulai berjalan.

Di sektor teknologi informasi dan komunikasi, memang sudah sejak lama tenaga kerja asing bekerja di sini, dan bukanlah hoax semata.. Namun, jika 1-2 tahun lalu tidak begitu banyak dan hanya mengisi posisi perwakilan perusahaan setingkat direksi, kini pekerja asing masuk hingga ke tingkat rendah.

Ancaman pekerja asing datang dari Tiongkok karena kini begitu banyak produk teknologi informasi dan komunikasi yang diimpor dari negeri Tirai Bambu. Tidak hanya dari Tiongkok, pekerja asing dari India juga menyemarakan perkembangan proyek di sini. Dan tentu saja, negeri-negeri ASEAN seperti Singapura dan Malaysia sudah mulai banyak terlihat bekerja dan mengisi sektor TIK Indonesia.

Masuknya tenaga kerja asing disesali Amir, yang bekerja di vendor telekomunikasi. Menurutnya, tenaga kerja asing yang dikirim ke Indonesia tidak lebih baik dari orang Indonesia. Selain itu, TKA yang dikirim kini juga mengisi seluruh bagian dari perusahaan asing yang hadir di Indonesia. “Posisi yang diberikan bukan hanya sebagai tenaga ahli, melainkan juga bagian produksi dan lapangan,” katanya.

Hal yang sama juga disampaikan Imran. Menurut lelaki yang menjadi subkontraktor perusahaan asal India ini, ada tiga masalah dengan kehadiran TKA. Pertama, kemampuan mereka tidak lebih jago dibanding pekerja lokal, namun karena mereka merasa perusahaan berasal dari negaranya, mereka seolah-olah memiliki perusahaan tersebut. “Banyak yang menjadikan Indonesia sebagai tempat ‘kerja praktek’ mereka, karena yang datang banyak yang baru lulus,” katanya.

Kemudian, tentu saja mereka tidak bisa berbahasa Indonesia. Ada yang bisa Bahasa Inggris, tapi tentu tidak semua pekerja. “Kalau India, Singapura, Malaysia, Bahasa Inggrisnya lumayan bagus, tapi kalau dari Tiongkok, sulit komunikasi,” sesalnya.

Diungkapkannya juga, banyak pekerja asing yang datang ke Indonesia bukan sebagai tenaga kerja. Maksudnya, mereka sebenarnya bekerja, namun menggunakan visa kunjungan atau visa bisnis. “Mereka banyak yang seakan ilegal kerja di sini karena menggunakan visa bisnis atau visa kunjungan. Bagus jika setelah tiga bulan mereka kembali ke negaranya, yang banyak terjadi, tiga bulan visa habis, mereka ke negara terdekat seperti Singapura, lalu kembali lalu dengan visa kunjungan lagi, padahal mereka bekerja,” ungkapnya. Karena itu Imran menduga negara dirugikan karena mereka tidak membayar pajak sebagaimana pekerja lokal bayarkan.

Pekerja ICT dari Tiongkok ditengarai masuk melalui perusahaan vendor perangkat telekomunikasi. Sementara pekerja dari India masuk melalui perusahaan software maupun vendor dari operator telekomunikasi. Namun ada juga yang masuk secara langsung di operator telekomunikasi

Sementara pekerja asing lainnya, cukup variasi, masuk melalui vendor perangkat, di operator telekomunikasi, pengembang software, investor start up di bidang aplikasi, hingga pebisnis di bidang event organizer terkait dengan ICT.

Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mengakui bahwa tenaga kerja asing di Indonesia cukup banyak. “Jumlahnya berkisar pada angka 70-an ribu. Apakah itu besar? Tidak! Itu kurang lebih setara dengan 0,03 persen jumlah penduduk Indonesia yang 240 juta-an atau 0,05% dari jumlah angkatan kerja nasional yang sekitar 129 jutan,” katanya.

Ditambahkan Hanif, jika dibandingkan, penduduk Malaysia sekitar 27 juta, tenaga kerja Indonesia yang bekerja di sana sekitar 1,2 juta, belum lagi tenaga kerja asing dari negara lain. Sementara di Singapura, penduduk sekitar 5 juta, tenaga kerja asingnya sekitar separuh dari jumlah penduduk. Qatar dan Uni Emirat Arab, penduduk sekitar 4-5 jutaan dan tenaga kerja asingnya separuh dari jumlah penduduk.

“Jumlah tenaga kerja asing dari Cina memang paling besar di antara negara lain, tapi jumlahnya tidak besar. Tahun 2015 tenaga kerja dari Cina sebesar 13.034 orang, disusul Jepang 10.128 orang, Korea Selatan 5.384 orang, dan India sebanyak 3.462 orang. Selebihnya adalah tenaga kerja asing dari dari Malaysia, Amerika, Thailand, Filipina, Australia, Inggris serta lainnya,” terangnya.

 



No comments:

Post a Comment